12 Juli 2009

Reorientasi dan Inovasi Pendidikan

Reorientasi dan Inovasi Pendidikan

Problem dan tantangan pendidikan semakin berat, teknologi dan masyarakat berubah dengan cepat, oleh karena itu perubahan struktur dan manajemen pendidikan merupakan keharusan agar bangsa Indonesia dapat memasuki era persaingan global dengan gagah. Perubahan yang sedang berproses menuntut reorientasi dan inovasi pendidkan yang dilakukan secara terus menerus melalui pemikiran dan gagasan berikut:

Pertama. Sekolah sebagai suatu sistem pendidikan teknis operasional yang selama ini menganut proses pendidikan mekanik harusnya diubah dengan pendekatan “Production Function Approach“ yang harus dilihat sebagai proses kultural yang bersistem pola pendidikan organik yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang memiliki harkat dan martabat serta daya saing yang tinggi.

Kedua. Pengelolaan institusi pendidikan diarahkan mendekati konsep manajemen berbasis sekolah (MBS=School Based Education) artinya keputusan yang menyangkut sekolah diputuskan sendiri oleh sekolah atas dasar pertimbangan dari berbagai masukan pihak yang berkepentingan (stakeholder).

Ketiga. Pendekatan kultural harus dilaksanakan dalam pengelolaan pendidikan (sekolah). Artinya peningkatan mutu melalui pendekatan istilah pembangunan pendidikan yang dikumandangkan tokoh pendidikan kita Ki Hadjar Dewantoro, bahwa pendidikan harus dibangun dengan strategi Tri-Kon (Konvergensi, Konsentris, dan Kontinuitas).

Keempat. Menggeser pendidikan yang acap kali bertali temali dengan transfer pengetahuan (transfer of knowledge) dan praktek pendidikan yang mengalir dari atas kebawah (top-down) serta sebagai arena indoktrinasi dalam pendidikan. Perilaku ini harus diubah menjadi suatu proses aktivitas yang membangun kesadaran, kedewasaan, dan kedirian yang melahirkan profesionalisme dan independensi institusi pendidikan dari konteksnya sebagai institusi yang mencerdaskan dan membebaskan bukan pendidikan yang terbelenggu dan tertutup.

Kelima. Menggeser analisis pendidikan dari analisis masukan (input analysis) menjadi out-put analysis, out-come analysis, Impact analysis, dengan bentuk metode analisis splash and ripple (lemparan batu ke air akan mengakibatkan riak gelombang di permukaan air bahkan akan berimbas sampai ke tepi=pantai), dengan menerapkan pengelolaan yang diarahkan untuk mencapai hasil (Results Based Management = RBM) Hasil analisis tentu menggambarkan produk pendidikan yang menghasilkan perubahan dalam masyarakat kearah yang lebih baik.

Keenam. Pendidikan diarahkan ke dalam suatu konteks analisis berkelanjutan, dengan menerapkan sistem pendidikan bersiklus. Dengan upaya pemantauan lulusan (out-put, ou-tcome, impact) dan masukan (in-put), dan pemberian kesempatan untuk memperoleh dan mengakses pendidikan melalui program Broad Based Education dan High Based Education.

Ketujuh. Melakukan reformasi pendidikan melalui perubahan proses pendidikan dari pradigma pendidikan birokratis hirarkis dan otoritarisme menjadi pradigma pendidikan demokratis yang melahirkan penguatan belajar (learning performance) serta penguatan partisipasi siswa, pelaku dan pengguna pendidikan. Dalam proses pendidikan, produk pendidkan tentu harus berorientasi terhadap penempatan pengguna sebagai yang utama (putting customers first), dalam hal ini pendidikan diupayakan akan lebih dekat dengan pelanggan sebagai pemakai jasa pendidikan.

Kedelapan. Pergeseran orientasi pendidikan dari Subject Oriented (guru sebagai orientasi, yang mendeterminasinya mutlak sebagai sumber utama ilmu) dan materi sebagai orientasi (Materi Oriented), menjadi Object Oriented (siswa sebagai orientasi) dan materi sebagai problem oriented, yang dapat memberi ruang gerak dan kebebasan untuk melakukan improvisasi dalam proses pendidikan untuk mencari jati diri peserta didik, sehingga terbentuk budaya bagaimana belajar, bukan bagaimana belajar tentang.

Kesembilan. Mengembalikan moto guru yang ditransformasikan Ki Hadjar Dewantoro: Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mbangun Karso, tut wuri handayani, yang merupakan personifikasi dari nilai-nilai yang dicita-citakan dari kemampuan akademis dan profesionalisme guru (kompetensi profesional).

Kesepuluh. Penajaman dan implementasi maksimal oleh daerah terhadap upaya pengembangan pendidikan melalui: Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Education), dan Pendidikan Berbasis Masyarakat (Comunity Based Education), SPM (Standar pelayanan Minimal) bidang pendidikan, Standar Kompetensi guru (SKG), Akreditasi Sekolah oleh Badan Akreditasi Sekolah, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dan strategi penyiapan sekitar 85% peserta didik menjadi pekerja handal melalui pendirian sekolah-sekolah kejuaruan (vokasional), serta strategi lain, yang merupakan tema sentral yang perlu ditindak lanjuti, oleh seluruh stakeholder (yang berkepentingan) dalam lingkungan pendidikan.

Dengan melakukan reorientasi pendidikan, dengan sepenuh hati dan dengan penuh tanggungjawab maka akan tercapai mutu pendidikan yang terbaik yang dapat melahirkan masyarakat madani yang dicirikan : (1). Keimanan, nilai moral, dan budi pekerti luhur, (2). Penguatan integritas nasional, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika, (3). Kesamaan memperoleh kesempatan, (4). Pengembangan keterampilan hidup, (5). Penguatan pengetahuan dan teknologi informasi.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

tidak kah pendidikan lebih baik dibangun dengan menggunakan pendekatan senteralisasi tq. jak

ren mengatakan...

Pendidikan harusnya menjadikan semua berdaya tidakkah lebih baik bila pendidikan kita dibangun dengan pendekatan kultural....!