02 Oktober 2011

CTL

PENDEKATAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SMP
Togar Duharman Panjaitan, SPd., MSi. Guru SMA Negeri 1 Habinsaran
E-mail : togar_panjaitan@yahoo.co.id


I. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
A. Latar belakang
Kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning = CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil (Suparno, 1997; Johnson, 2008).
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

B. Pemikiran tentang belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
1. Proses belajar
• Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
• Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
• Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
• Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
• Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
• Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
• Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
• Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
• Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
• Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
• Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
• Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
• Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
• Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya lingkungan Belajar
• Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
• Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
• Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
• Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Padanan istilah sebagai visi dan misi yang sama dengan CTL mencakup : experiencial learning, real world education, active learning, learner centered instruction, learning-in-context. Untuk memahami konsep pembelajaran kontekstual, COR (Center for Occupational Research) di Amerika menjabarkan menjadi lima konsep bawahan yang disingkat dengan REACT : 1. Relating, adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan. 2. Experiencing, adalah belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry. 3. Applying, adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam prakteknya siswa menerapkan konsep dan informasi ke dalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan. 4. Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini, tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan yang nyata siswa akan menjadi warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain. 5. Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru (Muslich, 2007).
C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas, 2006a; Nurhadi dkk, 2003; Zaini dkk, 2008; Sanjaya, 2007; Muslich, 2007).

D. Pengertaian CTL
1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional
NO. CTL TRADISONAL
1 Menyandarkan pada memori spasial (pemahaman makna) Menyandarkan pada hapalan
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an siswa Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran Siswa secara pasif menerima informasi
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok) Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)
9. Keterampilan dikem-bangkan atas dasar pemahaman Keterampilan dikem-bangkan atas dasar latihan
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tsb keliru dan merugikan Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
12. Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsik Perilaku baik berdasar-kan motivasi ekstrinsik
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
(Depdiknas, 2006a)

II. PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Seiring dengan diperkenalkannya KBK, muncul gagasan tentang CTL, singkatan dari Contextual Teaching and Learning, atau mengajar dan belajar secara kontekstual. Pendekatan ini sebenarnya diilhami oleh filsafat konstruktivisme. Sebenarnya siswa itu bisa didorong untuk aktif melakukan tindak belajar jika apa yang dipelajari itu sesuai dengan konteks. Konteks ini tidak sekadar diartikan lingkungan belajar. Konteks itu bisa berupa konteks siswa (usia, kondisi sosial-ekonomi, potensi intelektual, keadaan emosi, dsb), konteks isi (materi pelajaran), konteks tujuan (tujuan belajarnya, kompetensi yang hendak dicapai), konteks sosial-budaya, konteks lingkungan, dsb. Ada beberapa unsur dalam CTL yang harus diterapkan di dalam proses belajar-mengajar, antara lain, pertanyaan, inkuiri, penemuan, pengalaman (Depdiknas, 2006b; Nurhadi dkk. 2003), yang dapat dilihat dalam tujuh komponen CTL berikut ini.

A. Tujuh Komponen CTL

1. KONSTRUKTIVISME (MENGKONSTRUKSI);
Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. INQUIRY (MENEMUKAN)
Merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
• Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3. QUESTIONING (BERTANYA)
Kegiatan tanya jawab dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas
• Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. LEARNING COMMUNITY (MASYARAKAT BELAJAR)
Kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
• Tukar pengalaman
• Berbagi ide

5. MODELING (PEMODELAN)
Konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. REFLECTION ( REFLEKSI)
Merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
• Mencatat apa yang telah dipelajari
• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. AUTHENTIC ASSESSMENT (PENILAIAN YANG SEBENARNYA)
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
• Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
• Penilaian produk (kinerja)
• Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
(Depdiknas, 2006a; Muslich, 2007).

B. Karakteristik Pembelajaran CTL
 Kerjasama
 Saling menunjang
 Menyenangkan, tidak membosankan
 Belajar dengan bergairah
 Pembelajaran terintegrasi
 Menggunakan berbagai sumber
 Siswa aktif
 Sharing dengan teman
 Siswa kritis guru kreatif
 Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
 Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

III. MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL
Pembelajaran kontekstual, dan program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Melalui konteks ini, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan pada program pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Melalui dasar ini, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual mengikuti kegiatan-kegiatan berikut
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standara Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan authentic assessment-nya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

Penerapan CTL di dalam kelas, pada dasarnya mendorong semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran, dapat melakukan kegiatan melalui kemampuan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksik, membagikan pengalaman tersebut dalam proses pembelajaran di kelas. Guru diharapkan dapat membagikan pengalaman dan pengetahuan terhadap peserta didik melalui pelaksanaan pembelajaran. Dengan proses tersebut diharapkan baik guru dan siswa dapat menajdi pribadi pembelajaran sepanjang hayat dan lebih independen, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan berguna dalam hidup para siswa.




DAFTAR PUSTAKA
.
………………2006a. Depdiknas. Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif. Direktorat Pembinaan SMP. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional
………………2006b. Depdiknas. Bahan Sosialisasi Untuk Uji Sertifikasi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Direktorat Profesi Pendidik. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional.
Nurhadi dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Zaini, H., Munthe, B., Aryani, A. S. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta. Insan Madani Islamic Publisher.
Sanjaya, W. 2007. Startegi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Muslich, M. 2007 . KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Jakarta. Bumi Aksara.
Johnson, E. B. 2008. Contextual Teaching & Learning. Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung, Penerbit Mizan Learning Center (MLC).